BERITANU.NET, JAKARTA- Di tengah ratusan peserta Sidang Pleno Halaqah Ulama Nasional Rabithah Ma`ahid Islamiyah PBNU yang berlangsung di Maqbaroh Syaikh Maulana Ishaq, Lamongan, Jawa Timur, Kamis siang (13/07), PW RMI-NU DKI Jakarta mengusulkan dua hal, salah satunya adalah agar pesantren menghidupkan kembali atau revitalisasi kitab kuning di pembelajaran dan kajiannya dalam persoalan hifdz al-bi`ah atau menjaga lingkungan, dalam hal ini lingkungan hidup.
“Alhamdulillaah, usulan PW RMI-NU DKI Jakarta tersebut diterima di sidang pleno. Karena memang, saat ini, umat manusia di dunia sedang menghadapi persoalan serius dari kerusakan lingkungan yang telah menyebabkan bencana ekologis di mana-mana, di berbagai tempat, yang jika tidak ditangani dengan cepat dan baik bisa menjelma menjadi kiamat ekologis. Saat ini saja, Jakarta sudah mengalami kerusakan lingkungan yang parah. Menurut para ahli, pada tahun 2030, Jakarta akan tenggelam atau terendam air laut. Tentu juga tidak jauh berbeda dengan beberapa daerah di Indonesia yang mengalami persoalan yang sama dengan Jakarta yang disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebih, beban karena konstruksi infrastruktur, dan kondisi geologi serta pemanasan global yang berdampak pada mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut naik,” Ujar Ketua PW Asosiasi Pesantren NU/ RMI-NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki, yang akrab disapa dengan Ustadz Kiki dalam siaran persnya.
Lebih lanjut, Ustadz Kiki menyatakan bahwa karena banyak pesantren yang berada di daerah-daerah rawan bencana ekologis yang bisa menjadi korban bencana, maka pesantren harus peduli dengan persoalan lingkungan hidup dan turut menjadi aktor bahkan salah satu motor atau pemimpin dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup di daerahnya, salah satunya melalui pengajian dan pembelajaran kitab-kitab kuning atau karya ulama lainnya yang ditulis bahasa Arab, Inggris, Indonesia atau bahasa lainnya yang membahas persoalan pentingnya menjaga lingkungan hidup.
”Ada beberapa ulama yang mempunyai karya pemikiran tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup, salah satunya adalah ulama terkemuka asal Indonesia yang juga Rais Aam PBNU tahun 1991-1992, Prof. KH Ali Yafie, yang menggagas dan memperkenalan konsep hifdz al-bi`ah atau menjaga lingkungan di dalam karyanya yang berjudul Merintis Fiqh Lingkungan Hidup. Beliau memasukkan penjagaan atau pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup ata hifdz al-bi`ah masuk dalam kategori komponen utama atau primer dalam kehidupan manusia yang diistilahkan dengan al-dlaruriyat atau al-kulliyat. Dengan demikian, komponen dasar kehidupan manusia tidak lagi lima hal sebagaimana yang dikenal dengan konsep al-dlaruriyat al-khams atau al-kulliyat al-khams. Tetapi menjadi enam hal, ditambah dengan komponen lingkungan hidup sehingga menjadi al-dlaruriyat al-sitt atau al-kulliyat al-sitt karena memang, seperti saat ini, hifdz al-bi`ah sudah menjadi kebutuhan primer yang mendesak untuk dilakukan, tidak bisa ditunda pelaksanannya.Dan ini menjadi penting untuk dikaji dan menjadi menjadi pembelajaran di pesantren agar santri memiliki pemahaman tentang pentingnya melakukan penjagaan atau pemeliharan dan perlindungan lingkungan hidup yang dapat diimplementasikan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari mereka di pesantren atau di luar pesantren,” pungkas Ustadz Kiki.*